Kisah Awal Penamaan
Sea Garden of Rubiah, Pulau Weh, Sabang, Aceh
Pada masa kejayaan Kerajaan Aceh, Pulau Rubiah merupakan tempat transit bagi calon jamaah haji, dan pada masa perang dunia pulau ini merupakan benteng pertahanan yang sampai sekarang masih terlihat puing-puing benteng tersebut. Namun sekarang ini, seiring perkembangan dunia wisata, Pulau Rubiah dijadikan tujuan wisata bagi para penyelam.
Terdapat kisah mengenai pulau Rubiah ini. Konon Pulau ini dibuat oleh para dewa sebagai tempat persembunyian Rubiah dan anjingnya yang setia dari kekejaman suaminya. Para dewa juga menganugerahi tempat ini lengkap dengan taman laut menakjubkan dengan karang-karang indah serta ikan aneka warna.
Rubiah juga dibuatkan teluk di belakang pulau dengan pasir putih lembut untuk tempat mandi dan keramas. Supaya suaminya tidak bisa ke pulau, para dewa meletakan hiu ganas dan bulu babi di sekitar pulau. Tapi hiu dan bulu babi sudah tidak ada lagi, hanya tinggal ikan-ikan cantik, karang-karang yang indah, serta pasir putihnya saja yang tertinggal.
Sebelum terusan Suez dibuka tahun 1869, kepulauan Indonesia dicapai melalui Selat Sunda dari arah Benua Afrika, namun setelah terusan Suez dibuka maka jalur ke Indonesia menjadi lebih pendek yaitu melalui Selat Malaka.
Karena kealamian pelabuhan dengan perairan yang dalam dan terlindungi alam dengan baik, pemerintah Hindia Belanda pada saat itu memutuskan untuk membuka Sabang sebagai dermaga. Pulau Weh dan kota Sabang sebelum Perang Dunia II adalah pelabuhan terpenting di selat Malaka, jauh lebih penting dibandingkan Temasek (sekarang Singapura).
Dikenal luas sebagai pelabuhan alam bernama Kolen Station yang dioperasikan oleh pemerintah kolonial Belanda sejak tahun 1881.
Tapi apakah benar kisah mengenai Pulau Rubiah ini? Karena dalam artikel Acehonline byang menyatakan bahwa nama Rubiah diambil dari nama makam Ummi Sarah Rubiah (Siti Sarah Rubiah) salah satu dari 44 Aulia Sabang. Ummi Sarah Rubiah (Siti Sarah Rubiah) yang merupakan istri Tengku Ibrahim (Tengku Iboih) yakni ulama pada masa kerajaan Aceh. Makam ini berada di pulau yang berseberangan dengan Pantai Iboih-Sabang, di mana nama beliau diabadikan menjadi nama pulau tersebut.