Pertemuan Sunan Ampel, Ali Rahmatullah dan Ki Wiroseroyo di daerah Kembang Kuning (Wisata Religi dan Ziarah Wali Allah Surabaya, Mbah Karimah atau Mbah Wiroseroyo)

Lukisan yang menggambarkan musala Sunan Ampel pertama berdiri
Di antara perumahan penduduk di Gang Kembang kuning, Surabaya terdapat pusara wali Allah, Mbah Wiroseroyo atau Mbah Karimah yang wafat pada tahun 1377 Masehi. Beliau adalah mertua dari Sunan Ampel, Ali Rahmatullah yang turut berdakwah menyebarkan agama Islam di Surabaya. Makam Mbah Wiroseroyo atau Mbah Karimah sangat teduh sehingga peziarah betah berlama - lama berdoa memanjatkan pujian kepada Allah SWT dan membaca ayat - ayat suci Al Quran.

Dalam beberapa sumber dipercaya bahwa musala di samping pendopo bercungkup tempat dimakamkannya Mbah Wiroseroyo atau Mbah Karimah adalah musala pertama yang dibangun oleh Sunan Ampel. Pada Blog Menara Madina dituliskan kisah, bertemunya Mbah Karimah dengan Ali Rahmatullah (Sunan Ampel). 


Musala Sunan Ampel setelah di renovasi
Pada awal abad 15, Sunan Ampel (Ali Rahmatullah) mendirikan musala di daerah Kembang kuning ini sebagai tempat ibadah. Pembangunan musala ini juga merupakan wujud ucapan terimakasihnya kepada Wiroseroyo (pemeluk Hindu dari Majapahit) yang dikenal dengan sapaan Mbah Karimah. 

Pada sat itu, Surabaya bagian Selatan masih berupa hutan belantara, seperti Wonokromo, wonosari, Wonokititri (wono=Hutan). Disana ada seseorang yang bernama Wiroseroyo, Dialah yang membabat alas di daerah kembang kuning. Tiap pagi bekerja, berjalan keluar masuk hutan. Setiap kali melewati daerah kembang kuning, selalu terdengar suara orang yang berbicara. Namun setelah dicari selalu saja tidak pernah ketemu. Karena merasa penasaran dengan suara yang selalu didengarnya, Wiroseroyo pun mengajak serta anak gadisnya yang bernama Dewi Karimah untuk turut serta mencari asal suara tersebut. 

Makam Mbah Sholeh, murid dari Mbah Wiroseroyo atau Mbah Karimah
Tidak disangka, rupanya yang sering terdengar berbicara sendiri adalah sosok pemuda tampan yang menghadap ke arah Barat dengan menengadahkan kedua tangannya ke atas. Berkali-kali disapa oleh Wiroseroyo, namun tidak dihiraukan. Melihat pemuda ganteng yang sedang tafakhur tersebut, Wiroseroyo punya niatan untuk membuatkan sebuah pondok secara diam-diam. Namun setelah menggali tanah untuk dijadikan pondasi, pemuda yang lama tidak bergerak nampak menoleh kepada Wiroseroyo. 

Dari sinilah kemudian keduanya saling berkenalan. Tingkah laku Sunan Ampel (Ali Rahmatullah) benar-benar simpatik serta menarik. Sehingga Wiroseroyo merasa senang dengannya. Sunan Ampel (Ali Rahmatullah) pun kemudian memberitahukan jika Agama yang dianutnya adalah Islam. Sunan Ampel (Ali Rahmatullah) pun kemudian menjelaskan panjang lebar mengenai Islam. Melihat kekusukan Pemuda tampan tersebut, Wiroseroyo beserta anaknya, Dewi Karimah memutuskan untuk masuk dan memeluk agama yang dianut oleh Sunan Ampel (Ali Rahmatullah).

Makam Waliyuallah Surabaya, Mertua Sunan Ampel
Mbah Wiroseroyo atau Mbah Karimah
Wiroseroyo lalu menjodohkan Sunan Ampel (Ali Rahmatullah) dengan putrinya, Dewi Karimah. Setelah mempersunting Dewi Karimah, Sunan Ampel (Ali Rahmatullah) pamit meninggalkan hutan untuk melanjutkan dakwah. Sebelum ditinggalkan, di hutan tersebut telah berdiri musala kecil dari bilik. Kemudian, Sunan Ampel (Ali Rahmatullah) dan istrinya, Dewi Karimah berjalan ke arah utara dan akhirnya menetap dan meninggal di kawasan Ampel, Surabaya Utara. 

Setelah ditinggal Sunan Ampel (Ali Rahmatullah) Wiroseroyo hidup sendiri. Melanjutkan dakwah ajaran Islam hingga kemudian lokasi itu ramai didatangi banyak orang dari berbagai penjuru negeri. Mereka ingin belajar bersama Wiroseroyo dan menjadi orang terkenal setelah kembali ke daerahnya. Wiroseroyo lambat laun dikenal sebagai Mbah Karimah.

No comments:

Post a Comment