Sejarah Keramat Agung Pamecutan Edisi Ziarah Wali Pitu Bali Makam Raden Ayu Pamecutan (3)

Makam Wali Allah di Tengah Setra Badung
di Daerah Monang - Maning Denpasar

Kisah Raden Ayu Siti Khotijah memeluk agama Islam adalah karena perkenalan beliau kepada Islam melalui suaminya Pangeran Cakraningrat IV dari Bangkalan Madura. Pangeran Cakraningrat IV adalah suami dan juga penyembuh sakit kuning yang diderita Raden Ayu Siti Khotijah berkat izin Allah SWT.


Setelah Pangeran Cakraningrat IV dapat menyembuhkan raden Ayu Siti Khotijah, Raja Pamecutan memanggil Beliau untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan menanyakan apakah Pangeran Cakraningrat IV jatuh hati pada putri Beliau. Pangeran Cakraningrat IV menyatakan beliau sangat terpesona dan mencintai putri Gusti Ayu Made Rai. Dengan adanya pengakuan dari kedua belah pihak maka mereka dinikahkan di Istana Kerajaan Pamecutan yang disaksikan oleh 40 orang pengawal Pangeran Cakraningrat IV dan seluruh keluarga kerajaan Pamecutan.


Beberapa hari setelah dinikahkan, Pangeran Cakraningrat IV mohon diri ke Bangkalan, Madura dan istri Beliau Gusti Ayu Made Rai diajak serta. Sesampainya di Bangkalan, Madura, kedua mempelai dinikahkan secara agama Islam. Gusti Ayu Made Rai langsung menganut agama Islam (sebagai mualaf) dan namanya berubah menjadi Raden Ayu Siti Khotijah atau Raden Ayu Pamecutan.

Sebagai mualaf, Raden Ayu Siti Khotijah sangat rajin dan tekun mengikuti dan menjalankan syariat Islam, sholat lima waktu, pengajian, dakwah dsb. Hari berganti hari dan tahun berganti tahun, Raden Ayu Siti Khotijah rindu kepada keluarganya di Pamecutan. Atas izin suami tercinta, Pangeran Cakraningrat IV, Raden Ayu Siti Khotijah pulang ke tanah Bali diiringi 40 orang dari laki-laki dan perempuan. sebagai bekal Raden Ayu Siti Khotijah diberikan guci, keris dan pusaka yang diselipkan di rambut Beliau.


Makam Waliyuallah Keramat Agung Pamecutan

Kedatangan Raden Ayu Khotijah dan rombongan disambut dengan suka cita. Di istana Kerajaan Pamecutan sendiri sedang mempersiapkan upacara Meligia atau Nyekah yaitu upacara Atma Wedana yang dilanjutkan dengan Ngelingihan (Menyetanakan) Betara Hyang di Pemerajan (tempat suci keluarga) Puri Pemecutan.

Pada suatu hari saat sandikala (menjelang petang atau magrib) di Puri, Raden Ayu Pemecutan alias Raden Ayu Siti Khotijah yang telah memeluk agama Islam menjalankan sholat Magrib di tempat suci istana (disebut Merajan). Beliau sholat dengan memakai pakaian sholat atau mukena warna putih serta menghadap barat atau kiblat. Pada saat sang Putri melakukan sholat tidak sengaja dilihat oleh seorang Patih. Karena disaat itu penganut Agama Islam di Bali masih sedikit, Patih tersebut menyangka Raden Ayu sedang melepas ajaran ilmu hitam (di Bali disebut ngeleak). Hal tersebut dianggap aneh dan dilaporkan kepada ayahanda Raden Ayu sendiri, Raja Pamecutan. Sang Raja murka, tanpa menanyakan kepada Raden Ayu Siti Khotijah, Beliau memerintahkan Patih mengajak Raden Ayu ke Setra (Kuburan) Badung yang luasnya 9Ha diiringi pengawal dan dayang dari Bangkalan, Madura serta dari Istana Pamecutan.


Sesampai di depan Pura Kepuh Kembar, Raden Ayu berkata kepada patih dan pengiringnya:
Paman Patih, saya sudah mendapat firasat dan sudah tahu diri Saya diajak kemari, bahwa Saya akan dibunuh. Karena ini adalah perintah Ayah Saya selaku raja, selaku penguasa, Silahkan Paman Patih laksanakan perintah Ayah Saya.
- Adapun Paman Patih ketahui bahwa saya tadi sedang sholat atau sembahyang di Pamerajan menurut ajaran agama yang Saya yakini, yang saya anut yaitu Agama Islam, Saya sedang menuju ke Allah. 

Pesan Beliau kepada Patih:
- Janganlah saya dibunuh dengan menggunakan senjata tajam karena tidak akan dapat membunuh Saya dan sia-sia. Pakailah cucuk konde Saya ini yang disatukan dengan daun sirih digulung dan diikat dengan benang Tri Datu (benang warna tiga yaitu: Putih, Hitam dan Merah).


- Nanti lemparlah cucuk konde ini kearah dada Saya sebelah kiri. Apabila Saya sudah mati, maka dari badan Saya akan keluar asap, bila asap yang keluar dari badan saya berbau busuk, silahkan Paman Patih tanam mayat saya sembarangan. Tetapi jika asap yang keluar dari badan saya berbau harum, tolong buatkan saya tempat suci yang disebut "keramat”.

Langgar untuk Sholat di Makam Keramat Agung Pamecutan

Setelah Raden Ayu bersabda dan berpesan kepada Patih kerajaan lalu Beliaupun menyerahkan cucuk konde tersebut kepada Patih. Raden Ayu Siti Khotijah pun mengambil sikap dengan menengadahkan tangan menyebut nama Allah. Beliau memerintahkan kepada Patih agar segera melempar cucuk konde ke arah dada kiri Beliau.

Begitu Patih melemparkan cucuk konde ke dada kiri Beliau seketika Raden Ayu Siti Khotijah rebah dan langsung menghembuskan nafas terakhir. Dari raga Beliau keluar asap yang baunya sangat harum seperti bau kemenyan (kemenyan) madu atau menyan arab dan seluruh Setra Badung yang luasnya 9 Ha dikabuti bau yang sangat harum.


Bau tersebut adalah tanda keimanan dari Raden Ayu Siti Khotijah kepada Allah SWT. Beliau adalah wanita yang taat, tidak takut kepada kematian demi membuktikan kebenaran Islam. Raden Ayu Siti Khotijah makamnya menjadi keramat dan menjadi destinasi wisata ziarah wali pitu Bali. Alamat makam wali pitu Siti Khotijah adalah di Jalan Gunung Batukaru daerah Monang Maning, Denpasar, Bali, termasuk dalam ziarah wali pitu Bali.

No comments:

Post a Comment