Sosok Ulama Modern Serba Bisa, Buya Hamka (Edisi Ziarah Wali)

Bersama para pejuang, di TPU Tanah Kusir
Buya Hamka dimakamkan

Bagi Buya Hamka, seorang ulama nampaknya harus menjadi seseorang yang serba bisa. Tidak hanya pandai berdakwah dan berorasi, Buya Hamka aktif menulis dan berpolitik. Buya Hamka memiliki guru yang berpengaruh yaitu ayahnya sendiri, Syech Abdul Karim bin Amrullah atau Haji Rasul seorang tokoh ulama Sumatera. 

Dikenal sebagai pelopor “golongan muda”, murid Syekh Ahmad Khatib yang bermukim di Makkah. Pada ayahnya, Buya Hamka belajar langsung tentang Ushul Fiqh dan Mantiq (logika semantik). Alasan sang ayah mengajarkan dua ilmu tersebut ialah karena kegemaran Buya Hamka berfilsafat dan membawa sejarah ketika berceramah, sehingga dengan menguasai ilmu Ushul Fiqh dan Mantiq maka tidak akan tersesat.

Buya Hamka, sosok ulama serba bisa

Tercatat 115 karya Buya Hamka yang dipublikasikan dalam 73 tahun hidupnya ( 17 Februari 1908 - 24 Juli 1981). Karya Buya Hamka meliputi berbagai bidang keilmuan, seperti pendidikan, tasawuf, filsafat, tafsir, akhlak, sejarah dan roman. 


Buya Hamka menjadi wartawan, penulis, editor, dan penerbit dimulai tahun 1920-an. Awalnya Buya Hamka menjadi wartawan di beberapa surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Buya Hamka kemudian menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat di tahun 1928. Pada 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makassar. Buya Hamkapun pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.


Tanpa koneksi internet dan gadget canggih di kondisi perang dan prihatin, seorang Buya Hamka mampu berkarya tanpa henti. Roman karya Buya Hamka berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dan Merantau ke Deli menjadi buku teks sastra di Malaysia dan Singapura.

Masterpiece Buya Hamka, Kitab Tafsir al Azhar 30 juz

Buya Hamka merampungkan karya ilmiah Islam terbesarnya yaitu Tafsir al-Azhar 30 juz ketika Beliau ditahan oleh pemerintah Orde Lama (1964 - 1966). Dengan segala siksaan dan keterbatasan akses dunia luar, Beliau dapat merampungkan mahakarya Tafsir al Azhar.
Dalam pendahuluannya untuk Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka mengatakan bahwa penahanan itu sangat besar hikmahnya, karena tafsir yang hanya selesai sedikit setelah dikerjakan bertahun-tahun ternyata bisa tuntas dalam masa dua tahun di penjara.

Walau Buya Hamka telah tiada dan yang tersisa hanyalah nisan makam beliau di Blok AA I TPU Tanah Kusir, Jakarta, ceramah dan karya Buya Hamka abadi karena dengan adanya teknologi. Penulis dapat mendengarkan ceramah Buya Hamka dari situs Youtube dan membaca e-book karya Buya Hamka. Dari ceramah dan karya Beliau, tercermin tingginya ilmu pengetahuan beliau tidak membuat Buya Hamka mengeluarkan jargon - jargon dalam menjelaskan sesuatu. Buya Hamka memilih kata dan kalimat sederhana, pendekatan populer serta topik yang relevan.

Nisan Buya Hamka
Kata mutiara dari Buya Hamka, "Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, Kera juga bekerja" dan "Janganlah takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tak pernah jatuh. Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang yang tidak pernah mencoba melangkah. Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita mendapat pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah kedua." adalah ikhtisar dan semangat Buya Hamka melakukan semuanya sehingga Beliau menjadi ulama serba bisa. Ooh, Malu aku padamu, yaa Buya Hamka.

Apabila hendak berziarah ke makam Buya Hamka (Prof. KH. Abdul Malik Karim Amrullah) Jakarta, maka pergilah ke kawasan Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Lokasi makam Buya Hamka (Prof. KH. Abdul Malik Karim Amrullah) adalah di TPU Tanah Kusir di Jalan Veteran Raya, Jakarta Selatan. Letak persisnya adalah di Blok AA I, TPU Tanah Kusir sebelah kanan jalan bila dari arah Pondok Indah (setelah pompa bensin) dan sebelah kiri bila dari arah Tol JORR Veteran (setelah jembatan Sungai Pesanggrahan).  

No comments:

Post a Comment