Belajar Sejarah Islam Kerajaan Banten 
di Pulau Cangkir, Kronjo, Tangerang, Banten

Inti dari Pulau Cangkir adalah keberadaan makam keramat Banten yaitu makam Pangeran Jaga Lautan, Syekh Waliyuddin bin Sultan Hasanudin bin Syekh Syarif Hidayatullah Gunung Jati Cirebon. Berbondong bondong peziarah datang ke Pulau Cangkir untuk berdoa, mengunjungi makam Pangeran Jaga Lautan yang terpelihara hingga kini.






Dari buku berjudul Kronjo dalam Dimensi Sejarah, Naturalisme Islam dan Pangeran Jaga Lautan Pulau Cangkir dijelaskan asal muasal Pulau Cangkir dan keberadaan dari sang pangeran Jaga Lautan, waliyuallah Syekh Waliyuddin.

Pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin , Sultan Banten 1 (1552-1570) Pangeran Jaga Lautan, waliyuallah Syekh Waliyuddin sengaja ditempatkan di daerah pesisir Kronjo.  Pada masa itu menjadi jalur transportasi perdagangan antara Banten-Tirtayasa, Kronjo, Mauk, Cisadane-dan Jayakarta (sekarang menjadi Ibu Kota Negara, Jakarta . 

Dahulu, pulau ini terpisah dari daratan. Untuk mencapai pulau ini,  harus menggunakan sampan. Pangeran Cangkir yang berjuluk Pangeran Jaga Lautan, konon mendiami pulau yang luasnya hanya sepetak sawah itu. Tugas Beliau adalah untuk menjaga pelabuhan terhadap Portugis dan menyebarkan agama Islam di daerah pesisir. 


Mengunjungi Pulau Cangkir saat ini nampak sulit membayangkan bagaimana rupa Pulau Cangkir pada masa Kesultanan Banten. Hal ini dikarenakan terhubungnya Pulau Cangkir dan Pulau Jawa sehingga agak sulit membayangkan kawasan seluas 4,5 H tersebut adalah sebuah pulau. 

Semenjak dikenal sebagai obyek wisata ziarah karena di pulau ini terdapat makam Pangeran Jaga Lautan, yang ramai dikunjungi peziarah dari berbagai wilayah di Nusantara. Hutan Mangrove telah tiada, bahkan untuk dapat menikmati pantai kita harus mengeluarkan uang untuk sekedar makan dan minum di warung - warung pinggir pantai. 




No comments:

Post a Comment