Lantunan Gamelan Sekaten dan Gong Sekati di Keraton Kanoman Cirebon dalam Pelestarian Dakwah Sunan Gunung Jati



Kegiatan Ritual Kesultanan Kanoman Cirebon merupakan wujud pelestarian dakwah, budaya dan adat dari leluhur Kesultanan Kanoman Cirebon yaitu Sunan Gunung Jati atau Syech Syarif Hidayatullah. Pada Bulan Mulud atau Rabiul Awal kesibukan Kesultanan Kanoman mencapai puncaknya. Karena pada Bulan Mulud atau Rabiul Awal terdapat perayaan hari kelahiran Nabi yang mulia, Muhammad SAW pada acara Pelal Ageng atau Panjang Jimat. Setiap setahun sekali di Bulan Mulud atau Rabiul Awal dikeluarkan pula barang - barang peninggalan Sunan Gunung Jati atau Syech Syarif Hidayatullah dalam menyebarkan agama Islam. Gamelan sekaten dan Gong Sekati adalah salah satu dari barang peninggalan Sunan Gunung Jati atau Syech Syarif Hidayatullah dalam menyebarkan agama Islam. Seperti yang terlihat pada video diatas, Gamelan sekaten dan Gong Sekatipun dimainkan dengan khidmad.

Pada 7 Mulud pukul 9 pagi, sekali dalam setahun, gamelan sekaten dan gong sekati yang tersimpan di Gedong Pejimatan Keraton Kanoman, Cirebon, dicuci dan dimainkan. Pencucian gamelan yang dilanjutkan dengan memainkannya selama lima hari ke depan itu merupakan salah satu rangkaian ritual Mauludan di Cirebon. Gamelan sekaten dan gong sekati dicuci di Langgar Keraton. Sebelum dicuci, perangkat gamelan itu lebih dulu diarak dari Gedong Pejimatan menuju Langgar Keraton, kemudian doa bersama dipanjatkan. Doa diikuti Pangeran Kumisi, Pangeran Patih, imam langgar, dan abdi dalem keraton.


Satu per satu perangkat gamelan, mulai dari dua pasang gong, dicuci dengan air yang diambil dari sumur Langgar keraton. Karena usia gamelan sudah mencapai 400 tahun, ada sepasang gong yang tidak utuh lagi bentuknya. Setelah gong, perangkat gamelan berikutnya yang dicuci adalah kenong, bonang, dan saron. Mencucinya pun dilakukan dengan hati-hati, pencucian  bukan dengan detergen, melainkan hanya dengan air yang berisi bunga tujuh rupa, minyak wangi dan bahan lainnya yang secara khusus disediakan. Kemudian dibubuhi serbuk batu bata merah dan dilap dengan sabut kelapa.

Makna ritual mencuci gamelan sekaten dan gong sekati adalah untuk memeringati hari kelahiran Nabi Muhammad, harus dimulai dengan sesuatu yang suci dan bersih pula. Setelah bersih dan kering, gamelan dibawa ke Bangsal Sekati. Gamelan itu mulai dimainkan pada 7 Mulud Malam (8 Rabiul awal)  sampai lima hari ke depan atau mulai tanggal 8-12 bulan Maulud. Pembunyian gong hanya berhenti pada waktu-waktu salat. Sebelum dimainkan, Sultan Kanoman akan memukul gong sekati untuk pertama kali sebagai pertanda ritual muni gong sekati dimulai.

Muni Gong Sekati dan Surak merupakan prosesi dalam acara Panjang Jimat, yaitu penabuhan Gong Sekati.Sekati sendiri bermakna sesuka hati atau serela hati. Jadi, pembunyian gong dilakukan dengan kerelaan hati. Dimana dalam prosesi itu terdapat syiar Islam melalui budaya kesenian Gamelan. Beberapa menit sebelum gong dibunyikan hadirin diwajibkan membaca dua kalimat syahadat.Hal ini merepresentasikan bentuk syiar (Islam) melalui budaya. Dan surak dilakukan ketika gong dibunyikan bertujuan untuk mengamalkan sebagian rizki kita.
e
Gong sekati sendiri merupakan barang kenang-kenangan dari Sultan Demak II Abdul Qodir atau Pangeran Sabrang Lor kepada Sunan Gunung Jati. Pangeran Sabrang Lor dikenal juga sebagai menantu Sunan Gunung Jati yang menikah dengan putri sulungnya Putri Pulung Ayu.Tradisi pembunyian Gong Sekati sudah berlangsung sejak sekira tahun 1500. Kegiatan ini lebih pada upaya mengingat perjuangan syiar Islam oleh Sunan Gunung Jati melalui pendekatan seni dan budaya, seperti halnya dilakukan Sunan Kalijaga. Para Nayaga akan memainkan lima lagu, di antaranya Parianom, Bangau Butak, Cingcing Dhuwur, juga Kajongan.Kelima lagu yang dimainkan menggunakan gong sekati berisi pesan-pesan kebajikan dan ajakan untuk melaksanakan kebaikan.

No comments:

Post a Comment