Wisata Ziarah Waliyuallah Jakarta Timur : Karya Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya

Pintu masuk areal makam Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya
Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya mengabdikan dirinya untuk berdakwah, mengajar dan menulis. Beliau adalah guru agama yang dicari oleh masyarakat Betawi. Dua murid yang berhasil dididik dan menjadi ulama besar adalah Guru Mugni dari Kuningan dan Habib Ali bin Abdurrahman al Habsyi (Habib Ali Kwitang). Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya memulai pengajarannya di Mesjid Pekojan . Sayyid Usman bin Aqil bin Yahyaadalah ulama yang berjasa besar dalam pengajaran agama melalui media cetak di kalangan masyarakat betawi dan memiliki percetakan sendiri di Tanah Abang (kini disebut Petamburan).
 
Makam Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya

Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya mengarang 126 buku mengenai pertanyaan yang timbul tentang syariat Islam. Salah satu karya Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya adalah buku berjudul Tawdih al Adillat 'ala Syuruth Syuhud al Ahillat mengenai cara penentuan hilal Ramadhan. Hal ini dilatarbelakangi pada tahun 1882, umat Islam Jakarta terbagi dua dalam menuntukan awal puasa Ramadhan. Dalam buku Risalah Dua Ilmu Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya membagi ulama menjadi dua macam, yaitu ulama dunia dan ulama akhirat. Yang termasuk ulama dunia adalah ulama yang tidak ikhlas, materialistis, berambisi dengan kedudukan, sombong dan angkuh. Ulama akhirat adalah ulama yang ikhlas, tawadlu, yang berjuang mengamalkan ilmunya tanpa keinginan tertentu, hanya mencari ridha Allah.

Mesjid al Abidin didirikan oleh cucu Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya
 
Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya yang terkenal sangat anti gerakan Wahabi dan menganggap gerakan itu sangat radikal. Dalam buku Mustika Pengarubuat Menyembuhkan Penyakit Keliru, Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya bahwa kaum Wahabi adalah paling berdusta. Setiap memiliki pandangan dan dalam  menyatakan sikapn yang tidak setujunya, Sayyid Usman  bin Aqil bin Yahya selalu menuliskannya lewat buku. Ia sangat tegas-keras dalam soal fikih menyebabkan Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya terlibat dalam berbagai polemik dengan sesama ulama, bahkan dengan pemerintah Hindia Belanda.
 
Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya wafat pada 21 Shafar 1331 H atau 19 Januari 1914, jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Namun pada masa Gubernur Ali Sadikin saat ada penggusuran, makamnya dipindahkan ke makam keluarga di  Pondok Bambu. Sekarang makam wali Allah, Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya  masih terpelihara dengan baik di sebelah selatan masjid Al-Abidin, Pondok Bambu, Jakarta Timur. Letak makam dari waliyuallah ini adalah di Jalan Mesjid abidin (Jalan Perkebunan 4 apabila di cari di googlemaps), Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Wisata Mojokerto Ziarah Waliyuallah: Biografi dan siapakah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) berdasarkan Naskah Mertasinga

Makam Syekh Jumadil Qubro yang agung

Berbicara mengenai Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) kita berbicara mengenai penghulu para wali Allah dan penghulu para habaib di Nusantara Indonesia ini. Tokoh penting dalam penyebaran Islam di Indonesia ini bahkan memiliki 4 empat tempat yang dipercaya sebagai peristirahatan terakhir Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) yaitu di makam Troloyo berada satu lokasi dengan situs Trowulan Majapahit, Mojokerto, Semarang, Desa Turgo, Merapi, Yogyakarta dan Parang Tritis, Gunung Kidul, Yogjakarta. 

Saya kemudian mencari - cari mengenai empat tempat, yang saya dapatkan adalah banyak sekali peziarah yang datang ke makam Troloyo atau makam Tralaya untuk berziarah ke Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro). Sehingga makam Syeh Jumadil Kubro menjadi salah satu obyek wisata religi di Mojokerto. Di  Desa Turgo, Merapi,Yogjakarta dekat Plawangan dan Parang Tritis, Yogja hanyalah petilasan (daerah yang pernah disinggahi beliau).

Areal Makam Syekh Jumadil Kubro dari depan
Mengenai makam Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) yang berada di Semarang belum saya dapatkan foto peziarah berkunjung kesana. Informasi mengenai Makam Syekh Jumadil Kubro di Semarang hanya seputar letak yaitu di jalan Yos Sudarso No. 1 Kelurahan Terboyo Kulon, Kecamatan Genuk dan acara doa bersama. 

Di makam Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) secara regular diadakan acara manakib  setiap malam Jumat Paing jam 19.00 dan pada acara peringatan Maulid Nabi sedangkan setiap Jumat Legi diadakan acara Mujahadah Kubro dan pengajian. Untuk Khaul Akbar diadakan setiap tahun sekali pada bulan Dzulhijjah Jumat terakhir dengan membawa maulidurrosul dan tahlil.

Mengenai Biografi dan siapakah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) juga memiliki banyak versi sejarah. Nama asli dari  Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) terdapat dua versi yaitu Syeikh Jamaluddin al Husain al Akbar dan Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat (Martin van Bruinessen,1994). Semua pendapat mengenai Biografi dan siapakah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) mengarah pada 2 pendapat sejarah mengenai beliau termasuk silsilah beliau dan sejarah penyebaran Islam yang beliau lakukan.

Bagian dalam Makam Syekh Jumadil Qubro

Dalam penulisan biografi dan sejarah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) saya berpegang pada naskah Mertasinga. Silsilah yang terdapat dalam Naskah Mertasinga ini saya dapatkan di buku Sajarah wali Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati (Naskah Kuningan) karya H.R Amman N. Wahyu. 

Menurut Naskah Mertasinga, Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) merupakan kakek dari Raden Rakhmat (Sunan Ampel) dan uyut dari Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) melalui garis ayah. Nama Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) yang terdapat di buku inipun hanya mencantumkan nama Jumadil Kabir. 

Nama asli beliau diambil dari sumber lain, yang menyatakan nama asli Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) adalah Zainul Husein atau Jamaluddin Husein Akbar.


Pada Naskah Mertasinga, Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) adalah cucu ke 18 Rasulullah Muhammad SAW melalui garis Imam Husein putra, Sayyidah Fatimah Az Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib. 

Pada Naskah Mertasinga tersebut juga terdapat nama Syekh Jumad yang merupakan kakek dari sunan Giri. Tetapi menurut sumber lain, nama asli Syekh Jumad adalah Syekh Majagung atau R. Nyingkara, adik dari istri Syekh Mustakim. 

Perjalanan dakwah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) berakhir di Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat tahun 1376 M, 15 Muharram 797 H. diperkirakan hidup di antara dua Raja Majapahit (awal Raja Tribhuwana Wijaya Tunggadewi dan pertengahan Prabu Hayam Wuruk).

Keberadaannya Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) di tanah Majapahit hingga ajal menjelang menunjukkan perjuangan Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) untuk menegakkan agama Islam di bumi Majapahit sangatlah besar. Bahkan saya berpendapat bahwa Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) menjadi saksi ketika Gaj Ahmad (Gajahmada) bersumpah amukti Palapa.

Melihat letak makam beliau di makam Troloyo, terlihat bahwa Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) memiliki dekat dengan pejabat kerajaan Majapahit. Beliau dimakamkan di tempat khusus, ditengah pejabat kerajaan antaranya adalah makam Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunan Ngudung (ayah Sunan Kudus).

Informasi Peta di makam Syekh Jumadil Kubro

Berikut Silsilah Syekh Jumadil Kubro (Syech Jumadil Qubro) menurut Naskah Mertasinga :


Wisata Religi Ziarah Waliyuallah Mojokerto : Sejarah Makam Tralaya atau Troloyo Syekh Jumadil Kubro

Peta Lokasi Komplek Makam Troloyo


Sejarah Makam Islam tua, Troloyo atau makam kuno, Tralaya Mojokerto bukanlah sejarah yang diajarkan dibangku sekolah. Hal ini patut disayangkan, karena kurikulum sejarah kita hanya berpatokan pada perang kebesaran raja - raja, intrik perebutan kekuasaan dan melupakan situs Islam purbakala seperti makam Troloyo atau makam Tralaya di Mojokerto. 

Areal Makam Troloyo, Mojokerto
Lokasi Kompleks Makam Islam tua, Tralaya terletak di Dusun Sidodadi, Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. 

Daerah ini kurang lebih 15 km di sebelah barat kota Mojokerto. Makam Troloyo atau makam Tralaya merupakan situs pekuburan Islam kuno di areal kerajaan Majapahit. 

Tralaya berasal dari kata Sentra dan Pralaya. Sentra berarti Tegal (tanah lapang), sedangkan Pralaya/laya berarti rusak/mati. Kedua kata disingkat menjadi Tralaya yang berarti tanah lapang untuk orang mati (Pekuburan / Makam).

Dengan berkunjung ke makam Troloyo atau makam Tralaya, dapat dirasakan dan dibuktikan tentang adanya komunitas muslim di dalam kota kerajaan Majapahit. Bukti ini di dukung oleh sumber tertulis berupa Kidung Sunda yg menguraikan tentang Pasukan Kerajaan Sunda yg akan mengantarkan puteri Raja Sunda sebagai calon pengantin untuk Raja Hayam Muruk. 

Pasukan terdiri dari 4 orang utusan diiringi 300 orang punggawa. Utusan ini masuk ke ibukota Majapahit dan berjalan ke arah selatan sampai Masjid Agung yg terletak di Palawiyan, selanjutnya berjalan lagi ke arah Timur dan Selatan. Tanda adanya Mesjid agung itulah yang menguatkan adanya komunitas Islam di Majapahit.

Makam Syekh Jumadil Kubro dilihat dari pintu masuk Makam Islam Kuno, Troloyo

Wisata Ziarah Waliyuallah Pandegelang : Batu Quran peninggalan Syekh Maulana Mansyur

Kolam yang terdapat Batu Quran peninggalan Syekh Maulana Mansyur

Pandegelang, Banten. Jawa Barat adalah kota asli dari Ibu mertua saya. Penduduk Pandegelang terkenal sebagai penganut agama Islam yang taat. Berada di kota yang terkenal dengan Islam yang kuat membuat saya penasaran siapakah tokoh yang menyebarkan dan mengajarkan Islam di daerah Pandegelang. 

Ternyata orang yang berjasa tersebut adalah Syekh Maulana Mansyur. Beliau dimakamkan di Cikaduen, Pandeglang.  Peninggalan Syekh Maulana Mansyur yang terkenal adalah Batu Quran yang terletak di kaki Gunung Karang, di Desa Kadubumbang Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. 

Letaknya arah Cimanuk, 7 km dari pertigaan Cimanuk ada belokan ke kiri 300m (Sebelum pemandian Cikoromoy). Banyak peziarah yang datang Batu Quran dalam rangka wisata religi.  

Untuk mencapai Kawasan Batu Quran kita harus menuruni tangga berbatu. Tidak jauh dari parkiran mobil, lokasi Batu Quran berada di bawah pohon beringin besar dan rindang. Bila berbicara Batu Quran banyak orang menyebutnya Pemandian Batu Quran karena karena banyak orang yang datang ke Batu Quran untuk mandi dan berendam. 

Dengan air suci dari Batu Quran banyak orang telah sembuh penyakitnya. Untuk berendam sendiri kolam yang terdapat Batu Quran khusus untuk kaum lelaki. Bagi perempuan terdapat tempat tersendiri untuk berendam tempatnya lebih tertutup. 

Sayang sekali, tidak terdapat kamar mandi untuk berganti baju. Sebelum berendam, juru kunci Batu Quran mengajak peziarah untuk memasuki mesjid di samping kolam Batu Quran untuk membaca tawasul atau doa untuk Syekh Maulana Mansyur.

 
Batu Quran peninggalan Syekh Maulana Mansyur
Sejarah dari Batu Quran berkaitan erat dengan Syekh Maulana Mansyur, ulama Banten yang terkenal di abad ke 15. Sejarah resmi tidak saya temukan mengenai Batu Quran di Cibulakan ini. Menurut penuturan penjaga Batu Quran, lokasi di mana Batu Quran ini dahulu adalah pijakan kaki Syekh Maulana Mansyur ketika hendak pergi berhaji ke tanah suci, Mekah. 

Dengan membaca basmalah sampailah beliau ke tanah suci, Mekah. Ceritapun berlanjut ketika Syekh Maulana Mansyur pulang dari Mekkah muncul bersama dengan air dari tanah yang tidak berhenti mengucur. Penjaga Batu Quran menyakini bahwa air yang mengucur tersebut adalah air zam zam.

Derasnya air tersebut menggenai daerah sekitar dan tidak berhenti. Syekh Maulana Mansyur kemudian bermunajat kepada Allah dengan sholat 2 rakaat di dekat keluarnya air (lokasi tersebut dikenal dengan batu sajadah). Selesai shalat beliau kemudian mendapat petunjuk untuk menutup air tersebut dengan al Quran. Atas izin Allah air tersebut berhenti mengucur dan al Quran tersebut berubah menjadi batu sehingga batu tersebut dinamakan Batu Quran.

Kolam pemandian Batu Quran peninggalan Syekh Maulana Mansyur khusus wanita

Ada sumber yang menyatakan bahwa batu Quran adalah adalah replika dari Batu Quran yang ada di SangHyang Sirah, Taman Nasional Ujung Kulon yang berkaitan erat dengan sejarah Sayidina Ali, Prabu Kian Santang dan Prabu Munding Wangi. Sejarah Prabu Kian Santang (anak Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran) dikisahkan bahwa beliau belajar agama Islam di tanah suci, Mekkah pada Sayyidina Ali bin Abi Thalib. 

Setibanya di tanah air, Prabu Kian Santang kemudian beruzzlah ke Gunung Suci, Garut, Jawa Barat dan dikenal dengan sebutan Sunan Rahmat Suci. Untuk lebih mengetahui ajaran islam mengenai khitan maka Prabu Kian Santang menyuruh utusannya untuk belajar kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib di jazirah Arab.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib kemudian pergi ke nusantara untuk menyerahkan kitab suci al Quran kepada Prabu Kian Santang tetapi Prabu Kian Santang telah meninggalkan tempat tersebut dan pergi menemui Prabu Munding Wangi yang telah tilem di Sanghyang Sirah, Ujung Kulon. 

Mendengar berita tersebut Sayidina Ali bin Abi Thalib mengejar ke Sanghyang Sirah tetapi Prabu Kian Santang telah pergi. Prabu Munding Wangi menerima kitab Al Quran disimpannya di dalam kotak batu bulat. Kemudian kotak batu berisi Al Quran tersebut ditaruh di tengah batu karang yang dikelilingi oleh air kolam yang sumber airnya berasal dari tujuh sumber mata air (sumur).




Peristiwa Batu Quran ini beberapa abad kemudian diketahui oleh Syekh Maulana Mansyur berdarkan ilham yang didapatnya dari hasil tirakat. Segeralah Syekh Maulana Mansyur berangkat ke Sanghyang Sirah. 

Karena jauhnya jarak Sanghyang Sirah dan membutuhkan waktu dan energi yang luar biasa maka untuk memudahkan umat Islam yang ingin melihat Batu Quran maka dibuatlah replika Batu Quran dengan lengkap sumur tujuhnya di Cibulakan Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat.

Photo's of Wisata Ziarah Waliyuallah Pandegelang : Batu Quran peninggalan Syekh Maulana Mansyur courtesy of @andhiniedewi

Wisata Ziarah Waliyuallah Jakarta Timur : Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya

Foto diri Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya

Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya adalah mufti Betawi yang saya kenal ketika membaca buku Ulama Betawi : Studi Tentang Jaringan Ulama Betawi dan Kontribusinya terhadap Perkembangan Islam Abad ke 19 dan 20 karya Ahmad Fadli HS, M.si. 

Wali Allah ini besar sekali kontribusinya terhadap Islam di Nusantara. Dalam tulisannya di harian De Locomotif edisi 11 Juli 1890, Snouck Hurgonje menulis, ”Beberapa waktu lalu kami telah minta perhatian terhadap buah karya baru Sayyid Uthman dari Betawi yang tak kenal lelah, yaitu serangkaian pelajaran yang berguna yang ditujukannya buat orang-orang sebangsanya yang bermukim di sini; dan untuk tujuan tersebut ditempelkannya di berbagai mesjid Betawi. 

Pena dan mesin cetak litografi Syaid Usman telah menghasilkan karya yang besar.” Letak makam dari waliyuallah ini adalah di Jalan Mesjid abidin (Jalan Perkebunan 4 apabila di cari di googlemaps), Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Sayyid Usman bin Yahya lahir di Pekojan, Jakarta Barat pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal 1238 H atau 1822 M. Ayahnya  adalah Abdullah bin Aqil bin Syech bin Abdurahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya. 

Sedangkan ibunya adalah Aminah binti Syekh Abdurahman Al-Misri. Beliau pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah Haji, tetapi kemudian bermukim  di sana selama 7 tahun  dengan maksud memperdalam ilmunya. 

Guru utama beliau adalah ayahnya sendiri. Sedangkan ketika berada di Mekah beliau belajar/berguru pada sayyid Ahmad Zaini Dahlan ( Mufti Mekah ). Pada tahun 1848 berangkat pula ke Hadramaut untuk balajar pada guru-gurunya : 

1.Syekh Abdullah bin Husein bin Thahir
2.Habib Abdullah bin Umar bin Yahya
3. Habib Alwi bin Saggaf Al-Jufri
4.Habib Hasan bin Shaleh Al-Bahar.

Pintu Masuk Makam Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya
Dari Hadramaut Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya berangkat ke Mesir  dan belajar di Kairo walaupun hanya untuk 8 bulan. Kemudian Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya meneruskan perjalanan lagi ke Tunis ( berguru pada Syekh Abdullah Basya ), Aljazair ( belajar pada Syekh Abdurahman Al-Magribhi ), Istanbul, Persia dan Syiria. 

Maksud beliau berpergian dari satu negeri ke negeri lain adalah untuk memperoleh dan mendalami bermacam-macam ilmu seperti ilmu fiqh, tasawuf, tarikh, falak, dan lain-lain. Setelah itu kembali ke Hadramaut.

Tahun 1862 M./1279 H. kembali ke Batavia dan menetap di Batavia hingga wafat pada tahun 1331 H./1913 M. Al-Habib Usman bin Yahya diangkat menjadi Mufti menggantikan mufti sebelumnya, Syekh Abdul Gani yang telah lanjut usianya, dan sebagai Adviseur Honorer  untuk urusan Arab ( 1899 – 1914 ) di kantor Voor Inlandsche Zaken

Disana Sayyid Usman bin Aqil bin Yahya digaji 100 gulden sebulan atau 1/7 dari gaji Snouck Hurgonje. Ia terlibat politik sebagai penasehat pemerintah Belanda dan menjaladi hubungan dengan Snoucj Hurgonje, L.W.C Van Den Berg dan K.F Holle.

Habib Abdul Qodir bin Usman bin Muhammad Banahsan

Wisata Jakarta Ziarah Waliyuallah: Air Karamah Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad (HABIB KUNCUNG)

Plang Yayasan pengelola Makam Keramat Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung)

Ketika berkunjung ke makam Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung), saya dan suami menjumpai Bapak Hasan al Hadad cucu dari Habib Abdullah al Hadad. Bapak Hasan al Hadad adalah penjaga makam Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) dan makam keluarga Abdullah bin Jafar al Hadad. Letak makam Habib Abdullah al Hadad adalah di sebelah kiri makam Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung).

Wawancara dengan Bapak Hasan Al Hadad, penjaga makam Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung)

Melalui Bapak Hasan al Hadad diketahui bahwa makam Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) ini ramai dikunjungi sejak beliau wafat. Tidak ada yang memungkiri kewalian dari Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) dan dari mulut ke mulut karamah dari Habib Kuncung ini tersebar. Peziarahpun datang dari berbagai daerah dan datang siang dan malam silih berganti. 

Salah satu cerita mengenai karamah dan kehebatan dari Bapak Hasan al Hadad yang diceritakan adalah ketika Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) hendak naik kereta tetapi oleh petugas kereta yang kala itu adalah orang Belanda, beliau dilarang naik. Alasannya adalah Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) tidak menggunakan pakaian yang bagus selayaknya orang yang yang naik kereta. 

Ketika hendak diberangkatkan mesin kereta tidak mau dihidupkan. Petugas keretapun mengetahui perihal kehebatan Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung), lalu tanpa melihat pakaian yang ia pakai, Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) dipersilahkan naik kereta dan mesin keretapun dapat dihidupkan.

Foto Para Wali Allah di Indonesia terpajang di makam Habib Ahmad 
bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung)

Menurut Habib Hasan al Hadad Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) selalu hidup berpindah-pindah. Tak ada yang dapat memastikan Habib Kuncung menetap disatu tempat tertentu. Beliau hadir dan pergi sesukanya.  Habib Kuncung sering muncul di Majelis ulama kalangan Habaib di Jakarta yang dipusatkan di Kediaman Habib Ali Al-Habsyi Kwitang. 

Namun beliau dikenal masyarakat Bogor, karena banyak menghabiskan waktu disana di rumah gurunya yaitu Habib Abdullah bin Muhsin al Attas. Sebutan "kuncung" yang menjadi gelarnya juga berasal dari Bogor. Masyarakat disana menyebutnya seperti itu karena beliau selalu mengenakan topi kuncung.

Air Karamah di Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung)


Riwayat hidup Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) tidak banyak yang mengetahui karena hidupnya yang meggembara . Dahulunya Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) diketahui sebagai seorang pedagang kaya yang kemudian meninggalkan semua itu untuk mengenal Allah. Kepergian Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) sampai ke Indonesia, yaitu Makasar (Bugis) dan memperistri wanita disana. 

Tidak ada yang mengenal siapa istri Habib Kuncung itu. Dari perkawinan tersebut diketahui lahir seorang putra bernama Muhammad. Namun sayang Habib Muhammad kemudian meninggal dunia hingga terputuslah garis keturunan Habib Kuncung.
 
Gentong air yang berisi air karamah Habib Ahmad 
bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung)

Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) dikenal dengan sikap "aneh" menurut manusia awam. Tetapi menurut bahasa kewalian sikap tersebut adalah sikap "mujadab" dimana bertindak sesuai dengan adanya. Oleh sebab itu, masyarakat Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) sebagai pribadi terhormat yang saleh. 

Hal-hal yang dilakukannya merupakan satu bentuk ketawadukan atau sikap rendah hati.  Beliau tak pernah mau menerima hadiah, baik uang maupun pakaian. Beliau hanya ingin dapat tampil seperti biasa, apa adanya. Sekalipun begitu tak ada orang yang meragukan kapasitas Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) sebagai Wali Allah.

Meminum air karamah Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung)

Salah satu ritual yang dilakukan peziarah di makam Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) adalah meminum air karamah yang disediakan di gentong di depan makam Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung). Ketika saya meminum air tersebut, rasa airnya adalah tawar seperti air mineral pada umumnya. 

Yang menyebabkan air tersebut sangat spesial adalah gentong tempat penyimpanan air keramat tersebut. Karena gentong tersebut telah ada sejak areal makam Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung) didirikan. Umur gentong tersebut lebih dari 85 tahun dan terus menerus diisi doa oleh peziarah yang mendatangi areal makam Habib Ahmad bin Alwi al Hadad (Habib Kuncung).  

Wisata Religi di Jakarta Selatan: Ziarah Waliyuallah Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad (HABIB KUNCUNG) part Mesjid At Taubah


Menara Mesjid At Taubah (Masjid At Tawbah) menjulang tinggi

Wisata Ziarah Waliyuallah di Jakarta tak lengkap apabila tidak mengunjungi makam wali Allah Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad (HABIB KUNCUNG) yang terletak di jalan Rawajati Timur II No. 70 RT. 03 RW. 08 Kelurahan Rawajati Kecamatan Pancoran, Kalibata, Jakarta Selatan. 

Wali Allah dengan segala karamah yang dimiliki selama beliau hidup hingga beliau berpulang ke rahmatullah. 85 Tahun sudah usia makam Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad (HABIB KUNCUNG) dan tidak pernah sepi dikunjungi peziarah. Sejak beliau meninggal di tahun 1926 hingga sekarang tahun 2011 pesona dan rahmat Allah padanya tetap terpancar dan mengundang kedatangan peziarah untuk berziarah berkali - kali.

Papan renovasi At Taubah (Masjid At Tawbah) ditertulis tahun pelaksanaan 2008

Mengunjungi makam wali Allah Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad (Habib Kuncung) kita akan disambut dengan sebuah mesjid agung yang memiliki pesona luar biasa yaitu Mesjid At Taubah (Masjid At Tawbah) Rawajati, Kalibata. Mesjid yang konon berdiri lebih tua daripada makam wali Allah Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad (Habib Kuncung).

Bagian dalam Mesjid At Taubah (Masjid At Tawbah)

Saat ini Mesjid At Taubah (Masjid At Tawbah) Rawajati, Kalibata sedang direnovasi. Mesjid berukuran besar ini sering kali menjadi pusat kajian dan dakwah Islam. Majelis Rasulullah yaitu majelis ta'lim pimpinan  Habib Munzir bin Fuad Al Musawa merupakan salah satu Majelis yang menjadikan Mesjid At Taubah (Masjid At Tawbah), Rawajati, Kalibata. 

Peletakan batu pertama untuk memulai renovasi Mesjid At Taubah (Masjid At Tawbah), Rawajati, Kalibata ini dilakukan oleh Fadel Muhammad ketika menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia.

Tempat wudhu Mesjid At Taubah (Masjid At Tawbah)

Mesjid At Taubah, Rawajati sebelum dipugar. Diambil dari koleksi pribadi @andhiniedewi

Wisata Ziarah Waliyuallah Jakarta Selatan : Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad (HABIB KUNCUNG)


Gubah atau gerbang Menuju Makam Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad (Habib Kuncung)

Makam Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad adalah makam wali Allah yang selalu ramai dikunjungi oleh peziarah. Tetapi Ahmad Bin Alwi Al-Haddad lebih dikenal dengan sebutan Habib Kuncung. Peziarahpun banyak datang dari berbagai daerah. Letak makam Habib Kuncung yang berada di dekat stasiun Kalibata mempermudah peziarah untuk datang. 

Bagi saya nama Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad atau Habib Kuncung sudah sering saya dengar melalui teman ayah yaitu Bapak Bambang Triyatna yang tinggal di daerah Rawajati, Kalibata, Jakarta dekat dengan makam. Ketika tahu saya, suami dan anak saya senang berziarah beliau mengundang saya untuk datang ke rumahnya setelah berziarah ke wali Allah, Habib Kuncung.
 
Gambar diri Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad (Habib Kuncung
di terpasang di pintu masuk makam

Berita mengenai Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad atau Habib Kuncung saya dengar dari teman bahwa beliau adalah murid dari Habib Abdullah bin Muksin Al Athas, Empang, Bogor. Kecintaan Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad (habib Kuncung) bagai ayah dan anaknya sehingga dimanapun ada Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas pasti di situ ada habib Kuncung. 

Dikisahkan ketika Habib Kuncung datang ke Empang, Bogor bertemu guru beliau, Habib Abdullah bin Mukhsin Al Attas, waktu itu Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas sedang sarapan pagi tiba-tiba Habib yang berkharismatik tinggi yang bermaqam mulia ini tersenyum, lalu ditanya oleh murid beliau, Habib Alwi Al Haddad, "Ada apa dikau tersenyum wahai guruku yang mulia?" "Lihatlah ya Alwi, itu Ahmad sedang menari-nari," seru beliau. 

Habib Alwi pun melihatnya seraya beliaupun tersenyum, "Apakah kau lihat ya Alwi?" seru Habib Keramat Empang , "Apa wahai guruku?" tanya habib Alwi, beliau menjawab, "Ya Alwi, itu habib Ahmad menari-nari dengan bidadari."

Lokasi di depan Makam Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad (Habib Kuncung
terdapat banyak makam lain

Karena saya sering berziarah ke makam Habib Abdullah bin Muksin Al Athas, Empang, Bogor sayapun berkunjung ke makam Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad atau Habib Kuncung yang letaknya di dekat IPMI Business School, Kalibata. Kompleks makam Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad atau Habib Kuncung terletak di pinggir jalan Rawajati, Kalibata dan terletak di pojok diseberang sungai Kalibata terjaga dengan baik dan sangat bersih. 

Memasuki komplek tersebut, berdiri sebuah Mesjid besar bernama Mesjid At Taubah yang sekarang sedang direnovasi dan makam Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad atau Habib Kuncung  berada di sisi kiri Mesjid At Taubah.

Banyak sekali peziarah datangberdoa di Makam Habib Ahmad 
Bin Alwi Al-Haddad (Habib Kuncung)

Mengenai riwayat Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad adalah seorang wali Allah yang memiliki khoriqul a’dah yaitu diluar kebiasaan manusia umumnya. Menurut  bahasa kewalian disebut "Majdub" atau disebut dengan ahli Darkah maksudnya disaat orang dalam kesulitan dan sangat memerlukan bantuan maka beliau muncul dengan tiba-tiba. 

Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad atau Habib Kuncung lahir di Gurfha, Hadramaut, Tarim pada tanggal 26 syaban 1254 H dan beliau belajar kepada ayahanda beliau sendiri Al habib Alwi Al Haddad dan belajar pula kepada Al habib Ali Bin Husein Al Hadad, Hadramaut. 

Di Indonesia beliau belajar pada Habib Abdurrahman Bin Abdullah Al Habsyi (ayah Habib Ali Kwitang yang makamnya memancarkan air ketika hendak di gusur, Cikini) dan kepada Habib Abdullah bin Muksin Al Athas, Empang, Bogor. 

Nama panggilan yang terkenal bagi Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad adalah Habib Kuncung karena kebiasaan beliau mengenakan kopiah yang menjulang ke atas (muncung) dan perilaku beliau yang terlihat aneh dari kebiasaan orang pada umumnya terutama dalam hal berpakaian. Hal itu bisa dilihat di foto beliau yang dipajang di pintu masuk. Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad atau Habib Kuncung tutup usia pada tahun 1345 H tanggal 29 Syaban sekitar tahun 1926 M pada usia 93 tahun.  

Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad, kembali ke rahmatullah dan di makamkan  di pemakaman keluarga Al Haddad Kalibata, Jakarta Selatan. Setiap hari banyak peziarah dari berbagai daerah di Nusantara terutama pada perayaan Maulid yang diadakan setiap minggu pertama Bulan Robiul awal ba’da asyar.

Nisan Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad (HABIB KUNCUNG)