Peranan Syekh Burhanudin di Ulakan dalam Islamisasi Minangkabau (Edisi Ziarah Makam Wali di Padang, Sumatera Barat)

Gubah Makam Syekh Burhanudin di Ulakan

Makam Syekh Burhanudin di Ulakan, Sumatera Barat adalah tempat yang wajib dikunjungi ketika berwisata ke Kota Padang. Jaraknya yang tidak begitu jauh dengan waktu tempuh satu jam, makam Syekh Burhanudin menyimpan peninggalan sejarah dan arkeologi Islam yang berkaitan erat dengan proses islamisasi di Minangkabau. 

Syekh Burhanudin adalah seorang tokoh ulama dan pengembang ajaran Islam di Minangkabau yang perannya sangat besar. Peninggalan yang menyangkut Syekh Burhanudin adalah komplek makam dan surau Tanjung Medan. 

Peristiwa mengenai Syekh Burhanudin telah termaktub dalam catatan para ahli dan penulisnya tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga luar negeri. Tiga dari penulis Indonesia yang mengupas peran Syekh Burhanudin sebagai pengembang agama Islam yaitu Hamka dalam Sejarah Umat Islam (1961), Sidi Galba dalam Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam(1962) dan Prof. Muhammad Yunus dalam Sejarah Islam di Minangkabau (1969).



Berziarah ke Makam Syekh Burhanudin di Ulakan


Penulis Belanda Michiels dalam laporannya : Toestand van Sumatra's Weskust membicarakan Perang Padri dihibungkan dengan sikap orang Melayu dengan pusat pengembangan Islam di Ulakan pada masa Syekh Burhanudin. 

Dari kisah perjalanan Thomas Diaz tahun 1684 diceritakan oleh de Han dalam TBGKW XXXIX bahwa Syekh Burhanudin telah melibatkan rakyat dalam aksi politik agama, dikenal dengan nama Perjanjian Marapalam tahun 1668. 

Perjanjian Marapalam yang kemudian mengeluarkan pepatah dan moto hidup masyarakat Minangkabau : Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.


Mengupas mengenai peranan Syekh Burhanudin yang tak lekang oleh waktu tertanam di sanubari dan menjelma sebagai moto hidup masyarakat Mingkabau adalah pepatah hidup Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. 

Berdasarkan tulisan di detiknews.com dikarenakan kepiawaian ilmu politiknya itu, Syekh Burhanuddin mencapai kesepakatan dengan pemimpin Kerajaan Minangkabau. Kesepakatan itu adalah bahwa hukum adat dan hukum agama sama-sama dipakai sebagai pedoman hidup dalam masyarakat di Minangkabau. 

Ketentuan adat dan hukum agama Islam dalam masyarakat Minangkabau yang matrilineal sebagai suatu proses integrasi lebih dikenal dengan 'Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah'.


Pusara Syekh Burhanudin, Ulakan

Kesepakatan itu dibuat di Bukit Marapalam antara para tokoh adat dan kerajaan di Minangkabau ini, terkait adat yang kuat saat itu dengan berkembangnya ajaran Islam. Karena sempat terjadi pergolakan saat itu, dengan pendekatan Syekh Burhanuddin yang sangat halus dan penuh kesopanan itu maka tercapailah kesepakatan antara rakyat dan ulama pada tahun 1668. 

Konsepsi Marapalam ini dengan kerendahan hati disampaikan ke hadapan daulat Raja Pagaruyung. Kepada pembesar kerajaan dimintakan pertimbangan yang diterima dengan suara bulat. Syekh Burhanuddin dan pengikutnya diberikan kebebasan seluas-luasnya mengembang agama Islam di seluruh Minangkabau.

Kesepakatan itu cepat tercapai dengan waktu singkat, karena Syekh Burhanuddin memegang teguh falsafah gurunya, Syekh Abdur Rauf di Aceh yaitu 'Adat Bak Po Teumeureuhum, Hukom bak Syiah Kuala' atau adat kembali pada raja Iskandar Muda, hukum agama pada Syiah Kuala. 

Perjanjian Marapalam kemudian berkembang menjadi suatu proses penyesuaian terus menerus antara adat dan agama Islam, saling menopang sebagai pedoman hidup masyarakat Minangkabau.

Apabila hendak berziarah ke makam wali Allah, Syekh Burhanudin maka letak lokasinya di Tapakis, Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. 

Berada di tepi jalan besar Jalan Pariaman Lubuk Alung - Pulau Air, apabila dari kota Padang maka mengambil jalan Padang - Bukit Tinggi lalu belok kiri mengambil  Jalan Pariaman Lubuk Alung - Pulau Air.

No comments:

Post a Comment