Kisah Sunan Ampel dan Babak Akhir Kerajaan Majapahit (Edisi Mencari Jejak Sejarah Surabaya, Ziarah Makam Mbah Karimah atau Mbah Wiroseroyo)

Makam Ki Wiroseroyo atau Mbah Karimah, mertua Sunan Ampel

Surabaya adalah kota metropolitan terbesar ke dua setelah Jakarta. Surabaya terletak di tepi pantai utara pulau Jawa ini merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia bagian timur.Kota ini adalah tempat bersejarah karena Surabaya dulunya merupakan gerbang Kerajaan Majapahit, yakni di muara Kali Mas. Pada abad ke-15, Islam mulai menyebar dengan pesat di daerah Surabaya. Salah satu anggota Wali Songo, Sunan Ampel, mendirikan masjid dan pesantren di daerah Ampel. Tahun 1530, Surabaya menjadi bagian dari Kerajaan Demak.

Sunan Ampel atau Ali Rahmatullah bagi Kerajaan Majapahit adalah sebagai penyelamat. Beliau datang ke Majapahit sesuai dengan permintaan Ratu Dwarawati, istri Prabu Brawijaya untuk memberikan pelajaran atau mendidik kaum bangsawan dan rakyat Majapahit agar mempunyai budi pekerti mulia. Ratu Dwarawati adalah adik dari Ibu dari Sunan Ampel atau Ali Rahmatullah Dewi Candrawulan. 

Gubah Makam Mbah Wiroseroyo ayah dari Dewi Karimah, Surabaya

Menurut Kitab Pengging Teracah, setelah selesai mendatangi undangan Raja Brawijaya, penguasa Mojopahit, Sunan Ampel mendapat ganjaran Ampilan tanah untuk menyebarkan agama Islam di sisi utara tanah Jawa Timur. Perjalanan Sunan Ampel yang bernama asli Raden Achmad Rahmatullah ini dibarengi beberapa pengikut, diantaranya Ki Wiroseroyo. Ki Wiroseroyo sebelumnya beragama Hindu. Setelah masuk Islam, ia menyatakan ingin ikut perjalanan Sunan Ampel ke Surabaya. 

Ki Wiroseroyo memiliki anak gadis bernama Dewi Karimah yang kemudian disunting Sunan Ampel atau Ali Rahmatullah. Sesuai tradisi Jawa, orang tua kadang dipanggil dengan nama anak pertamanya. Jadi Ki Wirosaroyo sering dipanggil dengan nama Pak Karimah, atau lebih populer lagi dengan sebutan Mbah Karimah. 

Makam wali Allah, Ki Kembang Kuning atau Mbah Karimah

Sesampai di Surabaya, Sunan Ampel lebih dulu membangun tempat ibadah di Kembang Kuning. Nama ini, konon berasal dari gebang kuning atau palem kuning yang waktu itu banyak ditemui di sini. Tempat ibadah yang didirikan Sunan Ampel bersama Ki Wirosaroyo ini, lanjutnya, berbentuk musholla kecil berukuran sekitar 12 x 12 meter dan sekilas mirip cungkup. Lantainya menyerupai siti inggil yang menurut kepercayaan sangat pas untuk munajat pada Allah. 

Setelah itu, Sunan Ampel melanjutkan perjalanan dan membangun masjid di Ampel Denta yang kini dikenal sebagai Masjid Ampel.

No comments:

Post a Comment